Skip to main content

Part 1: Gadis Gila Dengan Carrier Raksasa

Saya bosan bercerita tentang destinasi, saya ingin bercerita tentang diri saya yang menurut orang lain gila. Bermula dari tawaran seorang teman pendaki untuk naik ke Rinjani, akhirnya saya memutuskan untuk ikut. Saya sedang menuju jalur pendakian Bremi, Gunung Argopuro ketika seorang teman menawari saya untuk berangkat. “Ada teman saya namanya Andec dari Tulung Agung yang mau naik Rinjani, kamu mau ikut?” tawar Tania. Tentu saja saya tidak menolak. Rinjani itu impian saya. Akhirnya saya meminta teman saya untuk mencari tiket pesawat tujuan Surabaya – Lombok.

Saya sama sekali belum melakukan latihan fisik ketika hendak berangkat menuju Surabaya. Saya pikir pemanasan di Argopuro sudah lumayan berat, berat dalam artian Argopuro berhasil membuat kaki saya lecet dan melepuh karena jalur panjangnya. Berangkat ke Surabaya tanpa kenal siapapun itu menjadi hal biasa ketika kamu bawa uang yang banyak untuk traveling. Tapi saya tidak kenal satu orang pun dan hanya bermodalkan rupiah yang sangat minim.

Saya akan tinggal di Pastoran Karmel (tempat tinggal pembuka agama Katolik) yang ada di Surabaya. Di sini saya akan menumpang gratis dan dijemput oleh seorang penjaga pastoran bernama Mas Ambon. Di sini juga saya dan Andec akan bertemu. Tapi bencana sedang menghadapi keluarga teman baru yang belum saya kenal tersebut. Ibu nya harus di opname karena sakit. Akhirnya dia memutuskan untuk tidak berangkat demi Ibu nya, tentu saja dengan resiko saya akan pergi sendirian.

Berangkat sendiri? Saya berusaha memberanikan diri. Di Lombok tidak ada yang saya kenal, tapi ada satu sahabat saya yang sedang bekerja di Lombok. Namun Andec sudah menitipkan saya kepada Satria temannya yang ada di Lombok untuk menjemput saya. Katanya, saya bisa tinggal di rumah Satria atau di pastoran yang ada di Lombok.

Mas Ambon mengantarku ke terminal Purabaya dan menyuruhku naik Damri menuju bandara, karena beliau tidak paham jalan menuju bandara.
“Mau ke bandara mbak? Pesawat apa?” tanya seorang sopir Damri.
“Naik Air A*ia pak.” 
Akhirnya naik lah saya menuju terminal Juanda Surabaya. Berhubung saya beli tiket online, saya memutuskan berangkat 2 jam sebelum keberangkatan untuk mengambil tiket di counter. Bandara Juanda membuat saya pusing, saya bingung ini mal atau bandara, maklum saya baru kali ini ke bandara Juanda. Saya lebih sering nongkrong di terminal Purabaya dibandingkan di sini. Maklum anak gunung, mau nya yang irit. 

Sampai bandara saya dengan percaya diri menuju counter untuk menukar tiket.  Pelayan meminta saya menyebut kode boking. Pelayannya ketus dan menyebalkan. Tambah ketus ketika kode boking yang saya sebut dua kali tidak keluar juga. 
“Mbak, boleh saya pinjam hp nya?” saya memberi hp saya tanpa bicara. “Ini Li*n Air mbak bukan Air A*ia.” 
Gubrak. Saya melihat kembali email yang masuk, ternyata benar saya yang salah lihat. 
“Maaf ya mbak, mata saya minus, lupa bawa kacamata,” kataku beralibi. Ini masalah malunya bukan masalah mata minusnya. “Counter Li*n Air di mana ya mbak?” tanyaku masih tidak paham. Bukannya lebih baik bertanya dari pada sesat di jalan ya?
“Silakan mbak ke sebelah,” jawab pelayan ketus. 

Lupakan kejadian di counter sebelah. Tambah masalah ketika pelayan Li*n Air mengatakan, “Mbak, nanti berangkatnya gak lewat sini ya, tapi lewat terminal 1.”
“Terminal 1 nya di mana mbak?”
“Di sebelah sana mbak?” kata pelayan sembari menunjuk arah kanannya.
Dengan carrier raksasa yang ada dipunggung semakin membuat saya kesulitan dalam bergerak. Pesawat berangkat jam 4, sekarang sudah setengah 3, masih ada banyak waktu. Saya punya kebiasaan ketinggalan pesawat, ini yang membuat saya kadang takut naik pesawat. Bukan masalah harga tiket yang mahal tapi masalah malunya. Jika sampai ketinggalan, maka ini yang ketiga kalinya. Saya tidak mau dibully cuman gara-gara ketinggalan pesawat lagi.

Ketinggalan pesawat itu bisa menjadi trauma berkepanjangan, makanya sekarang jika ke bandara saya akan datang 2 atau 3 jam sebelum keberangkatan. Saya pernah ketinggalan pesawat dari bandara Rahadi Oesman, Kabupaten Ketapang menuju Supadio, Pontianak hanya gara-gara main tab. Check in udah lama, tapi saya masih menunggu di luar. Alhasil koper saya lebih dulu berangkat dari pada pemiliknya. Kedua kali nya, dari Jogja menuju Jakarta, waktu itu saya akan mengisi acara tarian di Istora Senayan. Tentu saja saya harus beli tiket lagi dan berangkat malam harinya. Makanya saya tidak mau mengulangi kesalahan yang sama.

Kembali ke perjalanan kali ini, akhirnya saya memutuskan menuju ke arah yang ditunjuk oleh pelayan. Ternyata setelah saya tanya pada petugas bandara dari terminal 2 ke terminal 1 harus menggunakan Damri. Setelah masuk Damri akhirnya saya merasa pintar karena tidak memutuskan untuk jalan kaki ke terminal 1. Ternyata dari terminal 2 ke terminal 1 ditempuh sekitar kurang lebih 20 menit. Waktu masih aman. Saya langsung memutuskan untuk check in. Nafas saya masih ngos-ngosan, efek trauma masih terasa. Walau waktu aman tapi semuanya belum pasti. Tentu saja belum pasti, tempat check in Li*n Air nya banyak, tulisannya kecil, saya tidak bawa kacamata. Masalah baru pun muncul.

Akhirnya, saya ditolong sama perempuan yang saya tabrak di depan pintu masuk, namanya Hera. “Kakak pendaki ya?” tanyanya ketika dia sedang mencarikan tempat check in saya, anaknya imut dan ramah.
“Masih amatiran.” Kami bercakap-cakap sebentar kemudian dia meminta kontakku, hingga sekarang kami masih berhubungan baik.

Saya sedang mengantri check in ketika seorang bapak-bapak usia baya menanyakan tujuan saya selama di Lombok. “Kamu tinggal di mana?”
“Belum tau, pak.”
“Alamatnya sudah ada? Biar saya yang antar, saya berdua dengan istri saya. Sedang duduk di sana,” katanya sembari menunjuk istrinya yang sedang duduk. Ah percuma saja menoleh, saya tidak bawa kacamata.
“Saya belum ada tempat tinggal dan belum tau mau kemana.”
“Yasudah ikut kami saja.”
“Terima kasih bantuannya, Pak.”

Rejeki anak baik. :)





Comments

Popular posts from this blog

Live On Board: Keindahan Gili Lawa Darat

Live On Board: NTB - Pulau Komodo #Explore Komodo Day 3 Pagi menjelang, kapal yang kami tumpangi memang sudah bersandar di tepi Gili Lawa Darat dari malam. Tentu saja agar bisa tracking pagi-pagi. Pagi ini kami dan rombongan akan pergi pagi-pagi sekali untuk melihat Gili Lawa Darat dari ketinggian. Tentu saja tidak tinggi, tapi cukup buat ngos-ngosan. Jangan lupa bawa minum jika kalian tidak biasa mendaki. Gili Lawa Darat menjadi salah satu pilihan bagi wisatawan yang ingin mengexplore Kepulauan Komodo. AMAZING, itu kata yang tepat untuk menggambarkan keindahan Gili Lawa Darat. Pergi ke Kepulauan Komodo memang pilihan yang tepat untuk menikmati liburan.

BACKPAKER? SIAPA TAKUT!

Desa Todo, Kabupaten Ruteng, NTT. Memutuskan pergi ke suatu destinasi dan menyesuaikannya dengan budget merupakan hal yang susah-susah gampang. Meskipun tidak perlu banyak uang untuk pergi travelling, minimal orang yang mau bepergian harus bisa mencukupi kebutuhannya selama perjalanan. Berdasarkan pengalaman perjalanan saya. Pilihan jatuh pada tanah NTT (Nusa Tenggara Timur). Banyak destinasi yang bisa dikunjungi di wilayah timur Indonesia. Tapi tidak sedikit juga budget yang diperlukan selama perjalanan menuju timur. Apalagi banyak kalangan pejalan tanah air yang bilang bahwa “Liburan di Indonesia jauh lebih mahal dibandingkan liburan ke luar negeri.” Masa iya sih? Terus gimana dong? Danau Tiga Warna, Tamana Nasional Kelimutu. Kalo ditanya butuh banyak uang nggak sih buat jalan-jalan ke NTT? Butuh banget, terkadang banyak biaya tak terduga yang keluar. Kecuali kamu tipe orang yang bisa nahan diri dari godaan wisata kuliner atau belanja oleh-oleh. Uang “banyak” itu udah

Live on Board: Melihat Komodo di Pulau Komodo

Live On Board: NTB - Pulau Komodo #Explore Komodo Day 4 Setelah kami dari Pulau Rinca, maka rute berikutnya yaitu ke Pulau Komodo. Karena saya menggunakan tour travel maka saya sudah tidak perlu membayar untuk tiket masuk. Jika kalian ingin berwisata ke Kepulauan Komodo, sangat saya sarankan mengikuti tour travel. Sekarang ini sudah banyak pilihan untuk tour travel dan harganya pun bervariasi.    Tour travel yang saya gunakan yaitu,   https://www.wanuaadventure.net/ Jika ingin merasakan sailing, saya sangat menyarankan menggunakan jasa mereka. Karena di kapal, kalian bisa bertemu dengan turis mancanegara. Ketika kami pergi, hanya ada 4 orang turis lokal termasuk saya. Jadi jika kalian ingin mencari banyak teman dari berbagai negara maka saya sangat menyarankan kalian untuk menggunakan jasa tour travel ini. Di Pulau Komodo kalian akan diajak untuk treeking, ada 3 jalur pilihan. Jalur panjang, sedang dan pendek. Rombongan kami melalui jalur sedang. Tidak terlalu