Minggu, 7 Juli 2013. Klenteng Agung Sam Poo Kong, terletak di Jl.
Simongan Raya 129, Semarang, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Sama seperti
klenteng pada umumnya, Sam Poo Kong tentu saja merupakan tempat ibadah dan
wisata religi bagi umat Buddha Tri Darma khususnya yang ada di Semarang, tempat
ibadah yang tentunya menyimpan banyak sejarah. Klenteng Sam Poo Kong merupakan
klenteng yang menceritakan napak tilas Laksamana Cheng Ho yang berlayar ke
Nusantara pada masa lampau.
Untuk harga tiket masuk ke Klenteng Sam
Poo Kong, yaitu turis lokal 3.000/ orang dan turis mancanegara 10.000/orang.
Harga yang menurut saya relative murah untuk sebuah liburan yang tanpa rencana.
Masuk ke pintu utama saya langsung terpesona dengan keindahan tempat ini.
“Berasa ada di Negeri Cina”
“Emang kamu udah pernah ke Cina?”
“Belum sih, cuman bayangin kayak di
film-film aja.”
Saya mengutip sepenggal percakapan dua
teman yang menemani saya siang ini.
Kami terkesima dengan bangunan yang
berdiri kokoh di depan kami. Klenteng Sam Poo Kong terdiri dari 2 kompleks,
yaitu plaza utama yang digunakan untuk pengunjung yang tidak memiliki
kepentingan, banyak pengunjung yang tentunya menghabiskan waktu untuk sekedar
bermain dan berfoto-foto di kompleks ini. Kami tentu saja langsung menginjakkan
kaki ke plaza utama dan berfoto di sini. Di bagian selatan berdiri gerbang
raksasa, hampir di setiap sudut kompleks ini kami gunakan untuk mengabadikan
diri. Tidak jauh dari gerbang berdiri patung yang sangat kokoh yaitu patung
Laksamana Cheng Ho, berbahan dasar perunggu yang merupakan patung tertinggi di
Asia Tenggara dengan tinggi 10,7 meter.
Tidak puas hanya menginjakkan kaki di
plaza utama, kami memutuskan masuk ke kompleks bangunan klenteng dengan tiket
masuk 20.000/orang. Bangunan klenteng tersebut sebenarnya hanya boleh dimasuki
oleh pengunjung yang hendak berdoa atau membaca peruntungan dengan bantuan
biokong. Kami masuk dengan pertimbangan ingin melihat leih dekat mengenai napak
tilas Laksamana Cheng Ho. Kami mengitari seluruh kompleks yang pada akhir pekan
sangat ramai dikunjungi oleh umat Buddha dan turis seperti sekarang ini. Memasuki kompleks klenteng dengan
arsitektur atap bertingkat yang dihiasi ornamen lampion melengkapi indahnya
bangunan utama ini. Untuk memasuki bangunan utama ini pengunjung harus melepas
alas kaki dan harus tetap tenang karena banyak umat Buddha yang sedang berdoa.
Ukiran naga dan huruf-huruf Cina berwarna emas menghiasi pilar-pilar bangunan
ini. Di dalamnya selain terdapat altar tempat berdoa, juga terdapat bedug dan lonceng
berukuran sangat besar. Di belakang altar utama terdapat relief yang
menggambarkan dan menceritakan tentang napak tilas pelayaran Cheng Ho dalam 3
bahasa, yaitu Cina, Inggris dan Indonesia.
Kami memilih duduk di depan Klenteng
Utama dan menikmati sejuknya lantai tempat kami berada. Selama duduk, kami
melihat orang berlalu lalang di depan kami, penasaran dengan tempat yang telah
mereka kunjungi kami langsung melangkahkan kaki ke bagian sebelah kanan
bangunan utama, bagian bawah yang agak tersembunyi di mana terdapat Jangkar,
Tumpeng dan Tjundrik Bumi. Masih sama sepeti klenteng utama, tempat ini hanya
boleh diabadikan ketika tidak ada pengunjung yang berdoa di altar. Kami
melangkahkan kaki menuju pintu masuk, terdapat 4 klenteng yang berdiri kokoh sepanjang
jalan masuk ke kompleks bangunan klenteng. Di bangunan klenteng lainnya kami
melihat beberapa orang yang sedang melakukan ciamsi atau meramal nasib.
“Meskipun saya tinggal di sini, ini kali pertama saya masuk karena saya takut
nantinya bakalan diramal.” Selain melihat orang di ramal kami juga melihat
beberapa orang yang sedang melakukan sesi pemotretan, sesi pemotretan kali ini
tentu saja menggunakan baju khas Cina yang sangat bagus, lagi-lagi saya serasa
ada di negeri Cina. Penasaran dengan sesi pemotretan, kami kemudian
melangkahkan kaki ke gedung penyewaan kostum yang digunakan untuk sesi
pemotretan. Untuk menyewa kostum, Anda harus rela mengeluarkan uang sebesar
80.000/kostum, belum dengan mencuci foto dan mem-blur ke dalam CD. Harga yang
menurut saya sangat mahal untuk mahasiswa seperti saya. Puas berfoto-foto
akhirnya kami melangkah keluar kompleks bangunan Sam Poo Kong.
Saya tidak pernah menyesal menginjakkan
kaki ke Klenteng ini, bagi kamu yang berniat untuk berkunjung sebaiknya jangan
hanya melakukan sesi pemotretan tapi kamu juga bisa belajar sejarah di tempat
ini.
Plaza Utama dari bangunan Sam Poo Kong
Terik Matahari tidak mengurungkan niat kami untuk datang kemari
Gerbang Utama Sam Poo Kong
Patung Laksamana Cheng Ho, berbahan dasar perunggu yang merupakan patung tertinggi di Asia Tenggara dengan tinggi 10,7 meter.
Bangunan yang merupakan tempat altar utama
Kompleks bangunan klenteng
Gong raksasa yang ada di bangunan utama
Arsitektur megah yang dimiliki Sam Poo Kong. Masih perlu ke China, jika di Semarang ada yang seperti ini?
Di bangunan ini terdapat Jangkar, Tumpeng dan Tjundrik Bumi yang ditemukan di dalam kapal
Ini merupakan jangkar yang hanya boleh diabadikan jika tidak ada umat yang berdoa
Kami berada di depan bangunan altar utama, untuk masuk pengunjung harus membayar 20.000/orang
Mengenal lebih dekat agama Buddha
Comments
Post a Comment