Skip to main content

Mengintip Merapi dari Puncak Merbabu


Gunung Merbabu terletak di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah dengan ketinggian 3142 mdpl dengan puncak Kentheng Songo. Kali ini saya sangat tertantang dengan ajakan teman-teman saya untuk mendaki dengan ketinggian yang menurut saya “cukup menantang”. Akhirnya saya memutuskan untuk pergi dan merencanakan petualangan kami kali ini. Gunung Merbabu, saya yakin tidak semua orang sanggup untuk mendakinya. Saya pernah mendengar pernyataan seorang teman baru yang hobbynya mendaki gunung, “mumpung umur masih muda, otak dan kaki masih kuat, lebih baik dimanfaatkan dengan baik.” Ya benar sekali pernyataan tersebut, saya menjadi tertantang untuk mendaki gunung. Mendaki gunung mungkin hobby baru saya, tapi saya sudah lama ingin mendaki, mungkin lebih tepatnya mendaki merupakan hobby yang tertunda dan sekarang baru bisa terealisasi. 



Gerbang utama pendakian jalur Selo


Perjalanan kami dimulai pada hari Minggu, 14 Juli 2013. Dari Jogja kami berangkat pukul 06.30 WIB, kami berangkat melalui jalur Selo yang menurut kebanyakan pendaki merupakan jalur yang paling mudah untuk dilalui. Sampai basecamp pendakian pukul 10.00 WIB dalam perjalanan menuju Selo-Boyolali kami masih mampir di daerah Ketep untuk sarapan dan ditambah harus bertanya pada penduduk sekitar untuk mengetahui jalur Selo. Pendakian kami kali ini hanya dengan modal nekat, tanpa peta, tanpa kompas dan tentunya tanpa pengalaman. Kami hanya terdiri dari 4 orang, tentu saja untuk sebuah pendakian, ini merupakan jumlah yang sedikit. Pukul 10.30 WIB kami mulai mendaki, mendaki dengan modal nekat tentu saja sebuah tantangan baru, saya menjadi pemandu selama perjalanan menuju Merbabu, tentu saja saya tidak memiliki gambaran jalur seperti apa yang akan kami lalui.





Bantuan oksigen sangat diperlukan bagi pendaki jika dalam keadaan lemah

Pos I dengan jalur yang masih aman
 Perjalanan kami terasa sangat panjang, Pos I berhasil kami lalui dengan cukup baik, Pos II kami mulai kebingungan jalur apa yang harus kami tempuh karena banyaknya percabangan disetiap jalur dan tidak ada sama sekali tanda. Akhirnya kami memilih jalur kiri setiap ada percabangan, karena jalur tersebut jalur yang paling meyakinkan untuk mendaki. Perjalanan semakin panjang dan melelahkan, cuaca masih sangat normal, sepanjang jalan kami bertemu berbagai binatang, musang, kera dan burung-burung. Saya senang berada di sini, ternyata di Pulau Jawa yang sepadat ini saya masih bisa menemukan binatang yang hidup bebas seperti sekarang ini.
 
Hutan lindung yang keberadaannya harus dijaga bukan saja oleh pihak yang berwenang tetapi juga oleh pendaki

Perjalanan semakin panjang setelah kami menyadari bahwa kami tersesat dan tidak berhasil menemukan Pos II, namun kami memilih untuk meneruskan perjalanan dengan keyakinan kami selalu menemukan perjalanan yang menanjak yang berarti akan menuju ke atas.


Tersesat di tempat seindah ini siapa yang tidak mau?
 Untuk kembali ke Pos I sangat tidak memungkinkan karena perjalanan yang sudah berjam-jam kami tempuh. Pukul 18.00 setelah perjalanan panjang akhirnya kami bertemu 7 pendaki yang bersiap-siap untuk turun.


Mengingat sudah hampir malam akhirnya kami memilih tempat mereka untuk mendirikan tenda kami. Saya tentu saja menyapa dan berbasa-basi dengan para pendaki tersebut, saya selalu senang bertemu pendaki, setahu saya pendaki itu ramah dan solidaritasnya sangat tinggi. Setidaknya itu penilaian beberapa orang teman saya yang hobbynya mendaki. “Mas, kira-kira buat sampai puncak berapa lama lagi ya?”
“Wah ini baru 40% mbak, puncaknya masih lumayan jauh.”
“Kalian tadi untuk ke puncak butuh waktu berapa jam?”
“Kira-kira 3 jam gitu, mbak. Puncak yang paling sulit ditempuh itu ya di atas kita ini,” katanya menunjuk salah satu jalur yang akan kami tempuh untuk mendaki puncak Kentheng Songo.
“Terus Pos II nya di mana?”
“Pos II udah lewat, mbak. Btw, kalian lewat jalur apa ya?”
“Jalur Selo, emang kalian jalur apa?”
“Jalur Selo juga, tapi setau saya jalur Selo nya di sana mbak?” katanya sambil menunjuk jalur yang mereka tempuh.
“Salah jalur ya mas? Pantesan lama banget,” saya pura-pura tidak tahu, ya saya sadar kalo nyasar tapi tetap harus jaga image dong. Malu.
“Mau lewat jalur Selo malah beneran selo (di baca: nyantai) ya mbak?”
Duh malu saya bertambah berkali-kali lipat, akhirnya kami semua tertawa. Anggap aja ini yang namanya pergi dengan modal nekat, tidak satupun dari kami pernah mendaki merbabu, sedangkan saya hanya pernah mendaki Gunung Bromo dan Gunung Api Purba yang tingginya tidak sebanding dengan Gunung Merbabu dan yang lainnya benar-benar baru pertama mendaki, sebut saja kami pendaki pemula.


Terpaksa mendirikan tenda di lembah karena kondisi badan dan waktu yang sudah hampir petang


Pukul 06.00 kami mulai mendirikan tenda dan tentu saja cuaca yang tadinya normal berubah jadi “sangat” dingin. Gimana tidak dingin, kami sekarang berada di lembah tempat di mana angin benar-benar berkumpul. Ketika mendirikan tenda, 7 pendaki tersebut pamit untuk turun dan kami mulai kesepian (ya iyalah sepi, ini gunung bukan mall). Mungkin salah kami juga memilih waktu mendaki, di saat puasa dan di hari minggu, kebanyakan pendaki tentu saja memilih hari Sabtu untuk mendaki. Setelah mendirikan tenda akhirnya kami memasak untuk makan malam, sedangkan udara semakin terasa dingin dan membuat kami menggigil. Selesai makan malam kami langsung memilih masuk tenda dan tidur, capeknya badan dan dinginnya udara membuat kami tidak dapat melakukan aktivitas apa pun dan tidur adalah pilihan terakhir. Tentu saja tidur kami tidak nyenyak, kedinginan masih faktor utama kami. Jaket, kaos kaki, sarung tangan, kupluk dan slepping bag belum berhasil membuat badan kami hangat. Pagi-pagi sekali kami sudah bangun dan berencana untuk menghangatkan badan, menghidupkan api unggun sangat tidak memungkinkan, kami memilih untuk memasak air dan membuat kopi, karena saya bukan penggemar kopi tentu saja saya memilih cokelat hangat sebagai minuman. Karena udara masih sangat menusuk akhirnya kami memilih kembali ke tenda untuk mengobrol dan kemudian kembali tidur.


Selamat pagi, kami siap menuju puncak

Sarapan sebelum menuju puncak Kentheng Songo


Bangun kembali pukul 07.00 WIB, kami memasak untuk sarapan, tentu saja saya tetap masih di dalam tenda sedangkan yang lainnya memasak. Saya tidak suka dingin tapi sayangnya saya suka gunung.



Lembah tempat kami mendirikan tenda, sebaiknya jangan mendirikan tenda di sini karena angin berhembus sangat kencang pada malam hari

Tanjakan demi tanjakan berhasil kami lewati



Selesai makan, pukul 09.00 kami bertiga memilih mendaki sampai ke puncak, salah satu dari kami tentu saja tinggal di tenda, bukan untuk menunggu tenda tapi karena fisik yang lemah. Perjalanan tentu saja semakin curam dan menanjak, kami hanya berbekal 2 botol air minum dan snack untuk bekal. Kabut semakin tebal dan kami kesulitan untuk bernafas.
Sabana I Gunung Merbabu

Puncak Kentheng Songo

Halo Kentheng Songo, terima kasih sudah memberiku candu pada gunung

Tak ada rotan akar pun jadi, tak ada kertas batu pun jadi

 Sekitar pukul 12.00 kami sampai ke Puncak Kentheng Songo, embun masih menutupi sekitar puncak Gunung Merbabu ini. Sekitar 2 jam kami menunggu di puncak, udara semakin dingin dan kabut masih belum hilang. Mengingat semakin tebalnya kabut, pukul 14.00 WIB kami berjanji akan turun jika cuaca masih tetap sama. Sekitar 14.30 WIB kabut semakin berkurang, Puncak Merapi semakin terlihat dan pemandangan kali ini memang sulit saya ungkapkan dengan kata-kata.


Sempat kecewa karena cuaca yang sempat tidak mendukung, cuaca di gunung tidak bisa ditebak sama sekali

Berkat kesabaran sahabat alam, kami dapat menyaksikan pemandangan yang sempurna

Puncak Kentheng Songo tempat yang sempurna untuk mengintip Merapi

Samudera awan yang menyelimuti Gunung Merbabu sudah mulai hilang

Pohon Edelweiss di Gunung Merbabu

Menanti awan pergi agar dapat pemandangan indah

Sabana Merbabu bisa bikin kita kepengen guling-guling


“Sungguh Tuhan adil menciptakan lukisan seperti ini,” gumam saya waktu itu. Menikmati pemandangan dan tentu saja mengabadikan diri tidak kami tinggalkan begitu saja. Setelah puas mengabadikan diri kami akhirnya memilih turun mengingat waktu yang semakin sore. Sabana yang tadinya tertutup kabut sekarang terlihat sangat indah.



Puncak Trianggulasi, pendaki harus melewati puncak ini sebelum menuju Kentheng Songo

Pos V Sabana II jalur pendakian Selo

Menatap Merapi yang berselimut awan

Jalur Pendakian Gunung Merbabu melalui jalur Selo

Sabana gunung Merbabu

Pemandangan Gunung Merapi dari Gunung Merbabu

Ingin rasanya lebih lama untuk menghabiskan waktu di tempat seperti ini. Namun karena pertimbangan waktu kami harus turun. Pukul 16.00 WIB kami sampai ke lembah tempat kami mendirikan tenda, kemudian makan dan membereskan barang-barang. Pukul 18.00 kami memilih turun, dengan bemodalkan 2 senter terpaksa kami harus lebih berhati-hati mengingat kami melalui jalur yang berbeda dari yang kami lewati sebelumnya. Perjalanan tentu saja sangat sulit karena gelap dan cuaca yang dingin. Sekitar pukul 23.00 kami sampai ke basecamp, sungguh perjalanan panjang dan sangat melelahkan. Tapi rasa lelah itu terbayar dengan indahnya lukisan Tuhan dan saya tidak pernah menyesal memilih mendaki gunung sebagai hobby baru saya. Bagi kalian semua yang tertarik untuk mendaki, mendaki itu mudah jika kamu memiliki niat untuk mendaki. Selelah apapun kamu mendaki, lelah kamu akan terbayarkan setelah kamu sampai ke puncaknya. Dan bagi kamu yang akan mendaki, kamu harus menyiapkan stamina yang ekstra. Satu lagi pesan buat semua pencinta gunung, sebaiknya tetap jaga kebersihan, karena masih ditemukan banyak sekali sampah bekas pendaki-pendaki yang menurut saya tidak bertanggungjawab.

Notes:
  • Jika hendak ke Merbabu dari Jogja ada dua jalur yang gampang dijangkau yaitu Wekas dan Selo.
  • Kebanyakan pendaki Merbabu orang Jogja dan Jawa Tengah, bagi kamu orang luar sebaiknya cari penginapan di Jogja atau di Magelang.
  • Pergi ke terminal Jombor atau Giwangan, cari bus tujuan Magelang.
  • Jalur Selo lebih landau, jalur Wekas lebih terjal.
  •  Jalur Selo tidak ada mata air, jalur Wekas ada mata air.



Comments

  1. liat setelannya, ini waktu masih jadi pendaki "koboy" ya lin? :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. hahaha iyaa bayu, ini gunung pertama di atas 3000mdpl. Masih bocah banget. hahaha

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Live On Board: Keindahan Gili Lawa Darat

Live On Board: NTB - Pulau Komodo #Explore Komodo Day 3 Pagi menjelang, kapal yang kami tumpangi memang sudah bersandar di tepi Gili Lawa Darat dari malam. Tentu saja agar bisa tracking pagi-pagi. Pagi ini kami dan rombongan akan pergi pagi-pagi sekali untuk melihat Gili Lawa Darat dari ketinggian. Tentu saja tidak tinggi, tapi cukup buat ngos-ngosan. Jangan lupa bawa minum jika kalian tidak biasa mendaki. Gili Lawa Darat menjadi salah satu pilihan bagi wisatawan yang ingin mengexplore Kepulauan Komodo. AMAZING, itu kata yang tepat untuk menggambarkan keindahan Gili Lawa Darat. Pergi ke Kepulauan Komodo memang pilihan yang tepat untuk menikmati liburan.

BACKPAKER? SIAPA TAKUT!

Desa Todo, Kabupaten Ruteng, NTT. Memutuskan pergi ke suatu destinasi dan menyesuaikannya dengan budget merupakan hal yang susah-susah gampang. Meskipun tidak perlu banyak uang untuk pergi travelling, minimal orang yang mau bepergian harus bisa mencukupi kebutuhannya selama perjalanan. Berdasarkan pengalaman perjalanan saya. Pilihan jatuh pada tanah NTT (Nusa Tenggara Timur). Banyak destinasi yang bisa dikunjungi di wilayah timur Indonesia. Tapi tidak sedikit juga budget yang diperlukan selama perjalanan menuju timur. Apalagi banyak kalangan pejalan tanah air yang bilang bahwa “Liburan di Indonesia jauh lebih mahal dibandingkan liburan ke luar negeri.” Masa iya sih? Terus gimana dong? Danau Tiga Warna, Tamana Nasional Kelimutu. Kalo ditanya butuh banyak uang nggak sih buat jalan-jalan ke NTT? Butuh banget, terkadang banyak biaya tak terduga yang keluar. Kecuali kamu tipe orang yang bisa nahan diri dari godaan wisata kuliner atau belanja oleh-oleh. Uang “banyak” itu udah

Live on Board: Melihat Komodo di Pulau Komodo

Live On Board: NTB - Pulau Komodo #Explore Komodo Day 4 Setelah kami dari Pulau Rinca, maka rute berikutnya yaitu ke Pulau Komodo. Karena saya menggunakan tour travel maka saya sudah tidak perlu membayar untuk tiket masuk. Jika kalian ingin berwisata ke Kepulauan Komodo, sangat saya sarankan mengikuti tour travel. Sekarang ini sudah banyak pilihan untuk tour travel dan harganya pun bervariasi.    Tour travel yang saya gunakan yaitu,   https://www.wanuaadventure.net/ Jika ingin merasakan sailing, saya sangat menyarankan menggunakan jasa mereka. Karena di kapal, kalian bisa bertemu dengan turis mancanegara. Ketika kami pergi, hanya ada 4 orang turis lokal termasuk saya. Jadi jika kalian ingin mencari banyak teman dari berbagai negara maka saya sangat menyarankan kalian untuk menggunakan jasa tour travel ini. Di Pulau Komodo kalian akan diajak untuk treeking, ada 3 jalur pilihan. Jalur panjang, sedang dan pendek. Rombongan kami melalui jalur sedang. Tidak terlalu