Skip to main content

MERAPI: Belajar Hidup Dari Merapi

Perjalanan malam itu terasa sangat sesak, kaki saya terasa sangat sakit. Kebetulan status Merapi sedang normal dan besok tanggal merah. Pendaki yang mayoritas merupakan mahasiswa asal Jogja sangat membludak. Rombongan kami terdiri dari 11 orang, 9 laki-laki dan 2 perempuan. Tidak seperti biasanya, perjalanan saya yang cepat menjadi sangat lama karena saya harus menemani teman saya yang sudah kelelahan. Badan pun terasa cepat letih, mata menjadi ngantuk. Malam ini malam satu suro, pendakian dimulai pukul 19.00 WIB, di Jalur Selo yang merupakan salah satu jalur pendakian Merapi tidak banyak shelter yang bisa dijadikan tempat istirahat. Saya memilih istirahat di jalur bersama teman-teman yang lain. Bercakap-caka dengan pendaki yang lainnya, yang tidak saya kenal sama sekali.Badan saya terasa lemah, sepertinya saya sudah masuk angin. Memang belum banyak gunung yang saya daki, tapi pendakian kali ini pendakian paling berat yang pernah saya rasakan. Muntah di jalur pendakian dengan cuaca dingin itu sangat tidak enak. Tidak ada makanan yang bisa dimakan. Sebelumnya saya baik-baik saja, setelah memulai pendakian badan saya mulai terasa lemah.

Kami ngecamp sebelum Pasar Bubrah karena kondisi yang tidak memungkinkan untuk terus berjalan. Lagi pula kaki saya sudah sangat sakit. Beberapa teman yang berjalan terlebih dahulu sudah tampak baring dan memasak ketika saya baru sampai tenda. Saya memilih tidur dan tidak makan malam itu. Masih ada satu teman kami yang bertugas sebagai sweeper belum juga tiba.

Keesokan harinya kondisi saya membaik, tapi kaki bagian lutut saya masih terasa nyeri. Cuaca Merapi sangat kering, tidak ada edelweiss bunga favorit saya, yang ada hanya bebatuan dan beberapa tanaman yang masih bertahan hidup. Pasar Bubrah masih jauh, apalagi Puncak Garuda! Akhirnya kami menuju puncak sembari mencari teman kami yang malam tadi tidak kunjung tiba. Barangkali dia kelewatan karena tadi malam kami langsung masuk ke dalam tenda karena cuaca yang dingin. Kami menemukan teman kami tidak jauh dari tenda, dia tidur di bawah pohon kecil beralaskan matras dan berselimut slepping bag. Beberapa dari kami mengantarnya ke tenda untuk meletakkan barang bawaannya, namun dia menolak ketika disuruh makan terlebih dahulu. Akhirnya kami bersebelas melanjutkan perjalanan. Lutut terasa nyeri, Puncak Garuda masih jauh. 4 orang dari kami sudah melaju terlebih dahulu, kami berdelapan memilih untuk berhenti sebelum Pasar Bubrah. Tidak bisa memaksakan fisik, bukan karena kami berdelapan tidak sanggup tapi karena tidak ingin meninggalkan teman yang sudah kelelahan.

Menenangkan diri di gunung selalu menjadi moment yang saya nantikan. Dari pemberhentian ini, saya menatap ke arah Pasar Bubrah dan Puncak Garuda. Saya belajar dari pendakian kali ini, belajar banyak tentang caranya menahan ego, mandiri, tidak sombong, menghargai kebersamaan, dan sebagainya. Saya menatap sebuah tenda yang ada di Pasar Bubrah, tenda yang sangat kecil jika dilihat dari tempat saya berada saat ini. Ternyata kita “manusia” sangat kecil, hanya sebutir debu, ketika alam sudah berbicara, manusia yang kecil tidak bisa apa-apa. Tapi kenapa masih banyak manusia serakah di dunia ini? Mungkin kita perlu belajar dari Merapi.

Saya menatap teman-teman saya yang sibuk foto-foto dan lompat-lompat. Saya melihat tawa mereka, saya berpikir “apa yang manusia butuhkan di dunia ini?” saya menemukan jawaban itu di sini, di Merapi. Manusia hanya perlu banyak bersyukur, apa yang diberikan pencipta selama ini sudah lebih dari cukup. Tidak semua manusia bisa tertawa selepas ini, kenapa masih ada alasan untuk bersedih? Mungkin kita perlu belajar dari Merapi.

Saya memandang kertas yang saya laminating sebelum berangkat ke Merapi, pendakian ini saya persembahkan kepada orangtua saya. Saya sedang merindukan mereka, saya bersyukur memiliki orangtua seperti mereka, yang mengijinkan anak perempuannya mendaki gunung. Tidak semua orangtua sanggup memberi ijin kepada anak mereka. Tidak semua orangtua paham dengan hobby anak-anaknya, apalagi hobby yang membahayakan nyawa, mendaki gunung salah satunya. Tapi saya manusia beruntung, beruntung memiliki orangtua seperti mereka, yang selalu mendukung apapun yang saya lakukan selama itu masih positif, termasuk mendaki gunung.

Saya melihat beberapa orang teman saya yang berjalan terlebih dahulu dan meninggalkan kami di sini. Pendaki bilang puncak adalah bonus, beberapa orang bisa menerima hal ini dan beberapa orang tidak. Saya di sini menatap dengan sedih karena tidak dapat melanjutkan perjalanan. Ingin rasanya melangkahkan kaki hingga ke puncak, apalagi selama mendaki saya tidak terbiasa tidak sampai puncak. Ini yang dinamakan belajar, belajar menahan ego. Barangkali saya bisa sampai puncak tapi siapa yang tahu kalo sampai puncak saya malah merepotkan orang banyak. Lagi pula kaki saya sudah sangat sakit untuk dibawa berjalan. Mungkin kita terlebih saya perlu belajar dari Merapi.

Saya menatap teman perempuan saya bernama Mayang, selama pendakian Merapi saya bersamanya. Beberapa kali saya berjalan cepat, tapi beberapa kali juga saya menghentikan langkah untuk menemaninya. Ini pengalaman pertamanya mendaki gunung, saya tidak ingin meninggalkannya. Saya tidak bisa berhenti atau istirahat terlalu lama ketika mendaki, karena kaki saya akan terasa sakit. Namun di sini kami bersama-sama, mendaki bersama, mengapa saya harus meninggalkan teman saya? Bukankah dari awal dia ingin mendaki bersama saya? Mungkin kita perlu belajar dari Merapi.


Saya menatap sepasang manusia yang sedang memandang Puncak Garuda, saya mengambil foto mereka. Saya tidak tahu siapa mereka, tapi pasangan ini mengingatkan saya dengan kata-kata “Merapi Tak Pernah Ingkar Janji”. Tapi kenapa manusia selalu ingkar janji?

Comments

Popular posts from this blog

Live On Board: Keindahan Gili Lawa Darat

Live On Board: NTB - Pulau Komodo #Explore Komodo Day 3 Pagi menjelang, kapal yang kami tumpangi memang sudah bersandar di tepi Gili Lawa Darat dari malam. Tentu saja agar bisa tracking pagi-pagi. Pagi ini kami dan rombongan akan pergi pagi-pagi sekali untuk melihat Gili Lawa Darat dari ketinggian. Tentu saja tidak tinggi, tapi cukup buat ngos-ngosan. Jangan lupa bawa minum jika kalian tidak biasa mendaki. Gili Lawa Darat menjadi salah satu pilihan bagi wisatawan yang ingin mengexplore Kepulauan Komodo. AMAZING, itu kata yang tepat untuk menggambarkan keindahan Gili Lawa Darat. Pergi ke Kepulauan Komodo memang pilihan yang tepat untuk menikmati liburan.

BACKPAKER? SIAPA TAKUT!

Desa Todo, Kabupaten Ruteng, NTT. Memutuskan pergi ke suatu destinasi dan menyesuaikannya dengan budget merupakan hal yang susah-susah gampang. Meskipun tidak perlu banyak uang untuk pergi travelling, minimal orang yang mau bepergian harus bisa mencukupi kebutuhannya selama perjalanan. Berdasarkan pengalaman perjalanan saya. Pilihan jatuh pada tanah NTT (Nusa Tenggara Timur). Banyak destinasi yang bisa dikunjungi di wilayah timur Indonesia. Tapi tidak sedikit juga budget yang diperlukan selama perjalanan menuju timur. Apalagi banyak kalangan pejalan tanah air yang bilang bahwa “Liburan di Indonesia jauh lebih mahal dibandingkan liburan ke luar negeri.” Masa iya sih? Terus gimana dong? Danau Tiga Warna, Tamana Nasional Kelimutu. Kalo ditanya butuh banyak uang nggak sih buat jalan-jalan ke NTT? Butuh banget, terkadang banyak biaya tak terduga yang keluar. Kecuali kamu tipe orang yang bisa nahan diri dari godaan wisata kuliner atau belanja oleh-oleh. Uang “banyak” itu udah

Live on Board: Melihat Komodo di Pulau Komodo

Live On Board: NTB - Pulau Komodo #Explore Komodo Day 4 Setelah kami dari Pulau Rinca, maka rute berikutnya yaitu ke Pulau Komodo. Karena saya menggunakan tour travel maka saya sudah tidak perlu membayar untuk tiket masuk. Jika kalian ingin berwisata ke Kepulauan Komodo, sangat saya sarankan mengikuti tour travel. Sekarang ini sudah banyak pilihan untuk tour travel dan harganya pun bervariasi.    Tour travel yang saya gunakan yaitu,   https://www.wanuaadventure.net/ Jika ingin merasakan sailing, saya sangat menyarankan menggunakan jasa mereka. Karena di kapal, kalian bisa bertemu dengan turis mancanegara. Ketika kami pergi, hanya ada 4 orang turis lokal termasuk saya. Jadi jika kalian ingin mencari banyak teman dari berbagai negara maka saya sangat menyarankan kalian untuk menggunakan jasa tour travel ini. Di Pulau Komodo kalian akan diajak untuk treeking, ada 3 jalur pilihan. Jalur panjang, sedang dan pendek. Rombongan kami melalui jalur sedang. Tidak terlalu